Braille merupakan sebuah tulisan yang diciptakan khusus agar penyandang tunanetra dapat membaca. Tulisan braille berbentuk tulisan yang dapat disentuh. Pada awalnya, huruf braille diciptakan untuk memudahkan tentara agar dapat membaca dalam kondisi gelap. Penemu huruf braille yaitu seorang yang mengalami tunanetra pada usia 15 tahun, Louise Braille
Louis Braille tidak serta-merta menemukan huruf braille sendiri, namun huruf braille ini terinspirasi dari salah satu bekas perwira artileri Napoleon, yaitu Kapten Charles Barbier. Kapten Charles menggunakan kode atau sandi untuk memberi perintah kepada serdadunya di gelap malam dengan cara meraba tulisan timbul berupa titik dan garis. Sistem ini dikenal dengan sebutan night writing.
Night writing yang merupakan inspirasi dari huruf braille telah diuji coba lebih lanjut oleh Louis Braille agar bisa disesuaikan dengan penyintas tunanetra. Menurut uji coba yang dilakukan, penyintas tunanetra lebih peka terhadap tulisan titik timbul dibandingkan tulisan garis timbul. Pada akhirnya, huruf braille yang sampai sekarang digunakan hanya menggunakan titik dan spasi. Pemaiakain huruf braille pertama kali, dilakukan pada kegiatan mengajarsiswa tunanetra di L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Paris.
Huruf braille dalam perkembangannya tidak mudah diterima begitu saja dan banyak menimbulkan kontroversi. Pada awal perkembangannya, di Prancis tempat louis mengajar menggunakan tulisan braille untuk murid tuna netra berujung pada pemecatan kepala lembaga karena sistem penulisan yang tidak lazim digunakan di kalangan masyarakat. Salah satu yang menentang penerapan huruf braille yaitu asisten direktur L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles, Dr. Dufau. Bentuk anti-Braille Dr. Dufau diekspresikan dengan cara menyita dan membakar seluruh buku serta salinan tulisan yang berupa huruf braille. Namun, dengan pembuktian bahwa perkembangan belajar murid tunanetra begitu cepat setelah menggunakan huruf braille, maka menjelang tahun 1847 huruf braille diperbolehkan untuk digunakan kembali.
Pada tahun 1851, pengajuan huruf braille ke pemerintah dilakukan agar dapat diakui secara sah oleh negara dan mulai berkembang pesat ke negarsa-negara luar. Pada akhir abad ke-19, sistem tulisan ini diakui secara universal dan diberi nama ‘tulisan Braille’. Pada tahun 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra (The World Council for the Welfare of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai museum. Kediaman tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris. Dari masa ke masa tulisan braille mengalami perkembangan teknologi antara lain mesin cetak braille Perkins Brailler yang sistem pemakaiannya sama dengan mesin tik biasa. Selain itu, untuk mencetak buku huruf braille digunakan komputer dan mesin pencetak relief huruf Braille yang dihubungkan melalui paralel porta yakni LPTI. Di abad 20, beberapa handphone mulai menggunakan huruf braille. Makin hari, banyak sekali teknologi-teknologi yang dibuat untuk memudahkan penyintas tunanetra, seperti jam tangan dengan 64 lubang yang bisa membentuk angka Braille dalam menyampaikan informasi waktu (OOSH), Jam tangan dengan 64 lubang yang bisa membentuk angka Braille dalam menyampaikan informasi waktu hingga termos braille untuk memudahkan penyintas tunanetra