Dapatkan Informasi Terkini

Sekolah Islam Terpadu Robbani Ogan Ilir

Mengukir Akhlak Mulia Anak Melalui Komunikasi yang baik Berlandaskan Nilai-Nilai Al-Qur’an

Penulis : Verda Novita Sari, S.Pd
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang paling kuat untuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Dalam mendidik anak-anak dan generasi penerus, cara berbahasa yang baik bukan hanya alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga cermin dari karakter dan kepribadian seseorang. Dalam konteks pendidikan, mengajarkan anak berkomunikasi dengan baik dan benar berarti menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang akan mereka bawa sepanjang hidup.

Al-Qur’an memberikan beberapa panduan penting dalam berkomunikasi, di antaranya adalah berbicara dengan Qaulan Ma’rufan, Sadidan, Baligha, Karima, Layyinan, dan Maysuraa. Masing-masing istilah ini memiliki makna yang mendalam, dan jika diterapkan dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari, akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan karakter anak.

1. Qaulan Sadidan (Perkataan yang Benar)

Perkataan yang benar adalah dasar dari komunikasi yang baik. Sebagai orang tua atau pendidik, kita harus selalu berbicara jujur kepada anak-anak. Contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika seorang anak bertanya tentang topik yang bingung cara menjelaskannya. Alih-alih menghindar atau memberikan jawaban yang salah, kita bisa menjawab dengan jujur bahwa kita akan menjelaskannya keesokan harinya jika belum siap memberikan jawaban. Selama malam itu, kita dapat melatih cara menyampaikan informasi dengan tepat. Keesokan harinya, kita harus menepati janji untuk menjelaskan dengan cara yang sesuai usia anak. Ini mengajarkan anak bahwa kejujuran dan komitmen adalah hal yang penting.

2. Qaulan Ma’rufa (Perkataan yang Baik)

Kita seringkali lebih mudah berbicara baik kepada orang luar dibandingkan kepada anak sendiri. Padahal, anak adalah cerminan dari apa yang kita ajarkan kepada mereka sehari-hari. Contohnya, ketika anak melakukan kesalahan, alih-alih menghukum atau memarahinya dengan kata-kata kasar, lebih baik kita memberikan pengertian dan bimbingan. Dengan menggunakan perkataan yang baik, anak akan lebih menerima nasihat dan belajar dari kesalahan tanpa merasa rendah diri.

Ketika seorang anak menumpahkan susu di lantai, alih-alih marah, kita  bisa mencoba untuk berbicara baik dan mengatakan, “Tidak apa-apa, kita bisa membersihkannya bersama. Lain kali, mari kita lebih berhati-hati.” Anak pun belajar bahwa kesalahan bisa diperbaiki dengan cara yang baik, tanpa rasa takut.

3. Qaulan Layyina (Perkataan yang Lemah Lembut)

Perkataan yang lemah lembut bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan untuk menahan diri dari emosi. Kita sebagai orang tua dan pendidik mungkin belum sempurna dalam hal ini, tetapi usaha untuk terus berbicara dengan lembut adalah bagian dari proses memperbaiki diri. Dalam keadaan yang sulit, misalnya saat anak melakukan kesalahan berulang kali, berbicara dengan lemah lembut akan lebih efektif dibandingkan dengan marah-marah.

Saya pernah melihat seorang ibu yang selalu berbicara dengan lemah lembut kepada anaknya, bahkan saat anaknya sedang rewel di tempat umum. Alih-alih memarahi anak, ia merendahkan suaranya, menunduk hingga sejajar dengan mata anak, dan menjelaskan dengan lembut kenapa perilaku tersebut tidak baik. Ini adalah contoh nyata dari Qaulan Layyina, yang pada akhirnya membuat anak lebih mendengarkan karena merasa diperlakukan dengan hormat.

4. Qaulan Baligha (Perkataan yang Membekas)

Perkataan yang membekas adalah perkataan yang diucapkan dengan penuh makna dan relevansi bagi si pendengar. Dalam mendidik anak, kita harus memastikan bahwa nasihat yang kita sampaikan dapat menyentuh hati mereka dan memberikan pengaruh jangka panjang. Kata-kata yang bijaksana dan penuh makna akan lebih diingat anak-anak dibandingkan perkataan yang keras dan penuh emosi.

Saya ingat ketika orang tua dulu pernah berkata, “Jadilah orang yang berguna untuk orang lain, bukan hanya untuk dirimu sendiri.” Kata-kata itu terus teringat hingga dewasa, dan selalu menjadi pedoman dalam berperilaku. Inilah contoh dari Qaulan Baligha—perkataan yang membekas dalam hati dan pikiran.

5. Qaulan Karima (Perkataan yang Mulia)

Menggunakan perkataan yang mulia berarti menjaga adab dan sopan santun dalam berkomunikasi. Tidak hanya kepada orang dewasa, tetapi juga kepada anak-anak. Menghargai lawan bicara, baik itu anak-anak, teman, atau orang lain, adalah bagian dari perilaku mulia yang harus diajarkan sejak dini. Perkataan yang mulia adalah cermin dari karakter yang mulia.

Dalam situasi sehari-hari, kita bisa berusaha untuk selalu menggunakan kata-kata yang sopan kepada anak, bahkan ketika ia sedang melakukan hal yang tidak menyenangkan. Menggunakan kata-kata seperti “tolong”, “maaf”, dan “terima kasih” menunjukkan bahwa kita menghargai peran mereka dan mengajarkan pentingnya penghargaan terhadap orang lain.

6. Qaulan Maysuraa (Perkataan yang Pantas)

Terakhir, Qaulan Maysuraa mengajarkan kita untuk berbicara dengan pantas, tidak berlebihan, dan sesuai dengan keadaan. Ketika anak-anak menghadapi situasi yang menantang, seperti gagal dalam ujian, kita sebagai orang tua atau pendidik harus mampu memberikan dorongan semangat tanpa membuat mereka merasa terlalu terbebani. Kata-kata yang kita gunakan harus menyesuaikan dengan kondisi mental dan emosi mereka saat itu.

Contohnya ketika seorang anak gagal dalam sebuah lomba. Kita bisa menggunakan kata-kata, “Tidak apa-apa, kamu sudah berusaha dengan baik. Kegagalan ini adalah kesempatan untuk belajar lebih baik lagi. Yuk, kita lihat apa yang bisa kita perbaiki untuk lomba berikutnya.” Dengan demikian, anak tidak merasa tertekan, tetapi justru termotivasi untuk bangkit kembali.

Menanamkan nilai-nilai karakter melalui komunikasi yang baik adalah salah satu tugas penting sebagai orang tua dan pendidik. Cara kita berbicara mencerminkan siapa kita dan apa yang kita ajarkan kepada anak-anak. Dengan mengikuti pedoman dari Al-Qur’an, seperti Qaulan Sadidan (perkataan yang benar), Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik), Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut), Qaulan Baligha (perkataan yang membekas), Qaulan Karima (perkataan yang mulia), dan Qaulan Maysuraa (perkataan yang pantas), kita dapat membentuk karakter anak-anak yang jujur, bijak, sopan, dan penuh empati.

Pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari mengajarkan kita bahwa komunikasi yang baik tidak hanya mendidik anak, tetapi juga membangun hubungan yang lebih erat dan penuh kasih sayang antara orang tua, guru, dan anak-anak. Dengan usaha yang terus-menerus, kita dapat membantu menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter mulia dan berakhlak baik.

Post A Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.